*****
Cerita ini bermula pada saat aku masih berusia sekitar 7 tahun, waktu itu merupakan hari pertamaku untuk masuk ke Sekolah Dasar, aku masih ingat betul betapa culunnya diriku saat itu. Ditambah, aku merupakan tipe orang yang pemalu, alias kurang percaya diri ketika berinteraksi dengan orang baru. Parahnya lagi, teman-teman yang dulunya sangat ku harapkan mau berteman denganku, malah mengejek ku dengan kata-kata yang selalu membuatku menangis, saat itu dapat dipastikan aku selalu menangis 2-3 X perhari, seperti aturan untuk minum obat ya?, tapi begitulah yang terjadi, aku memang sangat cengeng, bahkan teman-teman sering menjadikanku sebagai bahan bercandaan. Rutinitas seperti itu aku jalani sampai menginjak kelas 5 SD.Hingga pada akhirnya datanglah sosok laki-laki gagah pemberani (menurutku sih gitu), dia merupakan siswa baru dari Jakarta, namanya Bedjo. Aku masih ingat betul tentang kedatangannya, waktu itu adalah hari Rabu, hari dimana aku biasa dijadikan sebagai bahan ejekan oleh teman-teman ketika olahraga, hari itu bagaikan hari kiamat bagiku, hari dimana harga diriku selalu di injak-injak dan direndahkan, pada hari itu juga aku merasa penuh dengan kesendirian. Kala itu pelajaran matematika sedang berlangsung, tiba-tiba tanpa berbicara sepatah katapun, ibu guru keluar dari kelas dengan begitu tergesa-gesa, kami yang berada dikelas waktu itu begitu kebingungan melihat sikapnya tersebut, kebingunagan kami mulai tak terbendung ketika dirinya tak kunjung datang, kembali ke dalam kelas untuk melanjutkan mengajar, reaksi kami terhadap peristiwa itupun beragam, ada yang bertanya kepada sesama teman padahal sama-sama tidak tahu, ada juga yang menebak-nebak tentang apa yang sesungguhnya terjadi, bahkan ada juga yang berharap supaya pulang cepat “semoga ibu guru dapat undangan rapat sehingga kita bisa pulang cepat” kata Adit, teman cowok yang duduk di bangku depan), malah ada juga yang memanfaatkan kesempatan ini untuk bermain kejar-kejaran di dalam kelas, suasana kelas waktu itu begitu ramai dan gaduh, para siswa berhamburan untuk melakukan aktivitasnya masing-masing tanpa terkontrol, sekitar 30 menit lamanya ibu guru meningglkan kami dalam kesendirian tanpa arahan dan bimbingan, beberapa menit dari itu, dia kemudian datang dengan membawa sesosok laki-laki yang sangat asing bagi kami, teman-teman terlihat terheran-heran dengan peristiwa ini, bahkan ada yang langsung menyatakan kekagumannya pada siswa baru itu “wah ganteng banget, pasti dia dari kota”, celetuk cewek di belakangku itu”, maklum kami memang jarang melihat orang kota, desa tempat tinggal kami sangat pelosok sehingga jauh dari peradaban modernisasi, mungkin ketika teman-teman sudah biasa naik sepeda ke sekolah, kami harus menunggu beberapa tahun untuk bisa melakukan hal seperti itu, kami tidak mempunyai akses jalan yang bisa digunakan untuk bersepeda ke sekolah. sehari-hari kami ke sekolah harus mengitari gunung dan melewati luasnya persawaan yang subur hanya dengan mengandalkan kekuatan kaki, kami benar-benar berjuang malawan panasnya terik matahari untuk bersekolah.
Mereka masih saja terlihat begitu heran dengan kedatangan kawan baru itu, “kok ada anak kota yang mau pindah ke sekolah pelosok ?”, pertanyaan seperti itu yang mungkin terdapat dibenak mayoritas teman-teman saat itu, tetapi berbeda dengan responku, entah kenapa responku biasa saja, malah aku sendiri yang merasa sedih dengan kedatangan anak itu, “oh siswa baru to, pasti dia besok juga ikut-ikutan ngejek aku, waduuuh datang masalah baru!!”, (pikirku dalam hati sambil was-was)” maklum selama aku bersekolah belum pernah merasakan sebuah kedamaian dari seorang teman.
“Ehm..Ehm, Anak-anak harap tenang” (Kata ibu guru sambil masuk ruang kelas),
“Ini ada teman kalian yang baru saja datang dari jakarta” ( lanjutnya sambil memegang pundak anak tersebut, dengan posisi menghadap ke arah para siswa)
“Silahkan nak perkenalkan dirimu kepada teman-teman barumu”, (perintahnya lirih, dengan penuh kasih sayang kepada murid baru itu),
ibu guruku ini memang tidak pernah membeda-membedakan siswanya, semuanya dikasihi bahkan di asuh seperti anaknya sendiri, walaupun gajinya tak seberapa dia tak segan-segan mengeluarkan uang dari kantong pribadinya untuk membelikan makanan kepada siswanya yang tidak diberi uang jajan oleh orang tuanya, karna memang kebanyakan orang tua wali dari kami merupakan buruh tani yang berpenghasilan pas-pasan dan tidak menentu.
“ Selamat pagi teman-teman, nama saya Raditya Wardana kalian bisa panggil saya Bedjo, saya murid pindahan dari Jakarta” (perkenalan singkat murid baru itu yang dibarengi dengan raut wajah malu-malu, maklum masih SD)
“ Silahkan nak kamu duduk disamping Anto”, (perintah ibu guru tersebut sambil menunjuk ke arahku yang dibalas anggukan kepala oleh Bedjo)
“waduh bagaimana ni, aku tidak PD kalau harus duduk bersamanya, jangan-jangan besok tiap hari dia juga ikut ngerjain aku, di tambah aku belum begitu kenal dengannya ” (pikirku dalam hati dengan raut wajah yang mulai pucat), dirinya terus saja berjalan datang mendekatiku, semakin dia berjalan mendekat dengan posisi tempat dudukku, detak jantungku pun semakin kencang, diikuti dengan keringat dingin yang terus mengucur akibat dari pikiran negatifku itu. Ternyata tak membutuhkan waktu yang lama untuk dia sampai di sampingku, keadaan itu membuat hatiku kacau dicampur was-was,. Tiba-tiba tanpa kusangka Eh.. ternyata dia mengulurkan tangannya untuk mengajak ku berkenalan dengan wajah yang terlihat begitu tulus. Sontak hal itu membuatku sangat kaget, selama ini memang belum pernah ada anak yang mau mengajakku kenalan dengan penuh ketulusan seperti ini, yang ada mereka hanya mengejekku dengan kata-kata yang menyakitkan, hal tersebut menyebabkan ku terdiam sesaat seolah-olah tidak percaya,
di dalam diamku aku berfikir, “oh betapa jahatnya aku, aku terlalu berprasangka buruk pada orang yang belumku kenal, aku berharap dia benar-benar tulus mau berteman denganku” (pikirku dalam hati saat diam).
Sesegera mungkin aku mengakhiri diamku, dan meraih uluran tangannya dengan suka cita, awalnya dia menanyakan namaku terlebih dahulu,
“nama lengkap kamu siapa”? (tanyanya dengan begitu sopan dan penuh ketulusan)
“Kurniyanto, tapi biasa di panggil Anto” (jawabku dengan mantap kepadanya)
“Kamu kenapa kok memilih pindah ke sekolah ini jo?” (tanyaku balik dengan penuh penasaran, seolah-olah ingin segera mendapatkan jawaban yang mungkin juga di nantikan oleh kawan-kawan lain yang dari tadi terheran-heran dengan kedatangan murid baru ini)
“aku pindah kesini karena nenekku sakit, orang tuaku harus pindah ke jogja untuk menjaga nenekku, kebetulan sekolah ini satu-satunya yang mau menerimaku” (jawabnya yang cukup panjang seolah-olah ingin bercerita banyak kepadaku),
Dilanjutkan dengan obrolan-obrolan ringan yang menjadikan kami semakin dekat, dan meyakinkanku bahwa dia benar-benar tulus ingin berteman, Tak terasa obrolan kita yang begitu singkat ini harus berhenti, bell akhir sekolah yang begitu nyaring seakan-akan mengtakan kepada seluruh warga sekolah “waktu pulang telah tiba,” telah berbunyi, kami semua bergegas bersiap untuk kembali kerumah masing-masing,
“Anak-anak kita cukupkan sekian ya” (Kata buguru sambil mengemasi bukunya)
“iya bu, (teriak anak2 dengan begitu kompak, karena memang waktu inilah yang merek tunggu-tunggu, dilanjutkan dengan doa bersama yang di pimpin oleh bu guru, dan satu persatu anak-anak menjabat tangannya dengan tertip dan pulang.)
Dalam perjalanan pulang, entah mengapa hatiku terasa begitu senang, pikiranku terasa begitu ringan seolah-olah beban yang aku rasakan selama ini hilang seketika, aku seperti mendapatkan semangat baru, aku yang biasa sendiri kini telah mempunyai teman, teman yang selama 5 tahun aku dambakan, teman yang bisa ku jadikan sebagai tempat berkeluh kesah, yaaa. dialah Bedjo, teman baru yang datang dari kota, teman yang awalnya aku takuti, aku ragukan, ternyata begitu tulus mau berteman denganku.
*******
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali aku sudah bergegas untuk pergi kesekolah, entah mengapa, bagiku hari ini terasa begitu ringan, berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang terasa sangat menyiksa, hari yang selalu menyebabkan ku merasa ketakutan dan malas untuk berangkat kesekolah. Hari ini memang begitu spesial bagiku sebab, merupakan hari dimana aku keluar dari kesendirian, hari ini adalah titik awal bagiku untuk membuka lembaran baru, meninggalkan masa kelamku tanpa seorang teman satupun yang setia. Tak membutuhkan waktu lama untuk aku sampai ke sekolah, peristiwa ini merupakan rekor luar biasa yamg pernah aku alami sepanjang hidup, ini adalah kedatanganku ke sekolah paling pagi, bahkan tidak terlihat satu orang pun yang datang kesekolah lebih awal dariku, aku memang sangat bersemangat waktu itu, tak sabar rasanya ingin secepatnya bertemu dengan sahabat baruku ini, aku berharap dia mau mendengarkan kisah-kisah yang selama ini ku alami., Hampir sekitar 30 menit aku menunggu kedatangannya, selama itu pula aku diliputi oleh kesendirian dan seribu kecemasan, takut rasanya hati ini jika dia tidak datang ke sekolah hari ini. Memang benar, menunggu adalah sesuatu hal yang sangat membosankan, aku sudah sangat begitu bosan menunggu, beberapa kali aku mondar mandir keluar masuk kelas untuk melihat apakah dia sudah datang atau belum, tapi al hasil, dirinya tak kunjung datang juga, padahal murid-murid yang lain sudah mulai berdatangan satu persatu, kedatangan murid-murid itu membuatku jengkel, mereka masih saja mengejekku dengan kata-kata yang menyakitkan, tak hanya itu mereka juga melempariku dengan kertas yang sudah dibuat berkepal-kepal, tujuannya supaya aku menangis dan mereka bisa menertawakanku sepuasnya, ingin rasanya aku menangis lagi, tapi aku berfikir “aku harus kuat, sekarang aku sudah tidak sendiri, ini saatnya aku harus membuka lembaran baru bersama sahabat baruku yang akan selalu menemaniku (mungkin) walaupun aku juga belum tau dia mau setia berteman denganku atau tidak,(motivasiku dalam hati). Perasaanku semakin tak karuan ketika aku mengetahui bahwa jam sudah menunjukkan waktu pelajaran harus segera dimulai, tetapi teman baruku itu tak kunjung datang juga, pikiran-pikiran negatif mulai menguasai otakku yang semakin membwaku pada kegalauan. Aku merasa harapan yang muncul beberapa waktu ini hilang seketika, aku juga merasa seperti kehilangan semangat. Tetapi situasi berbalik ketika tiba-tiba, ada seorang anak berteriak dengan begitu lantang ”Jangan ganggu temanku, teriak anak itu kepada semua teman yang sedang asik melempari dan mengejekku” (sontak seketika suasana menjadi hening, semuanya kaget tak terkecuali aku, aku merasa terharu, baru kali ini ada orang yang mau membela diriku) saat itu aku belum sadar siapa yang melakukan tindahan itu, sebab posisiku memang sedang dalam keadaan mata tertutup dan muka ku sandarkan tepat diatas bangku untuk menyembunyikan wajahku yang mulai memerah, mungkin sebentar lagi aku menangis akibat ulah iseng teman-teman nakal itu.
Karena rasa penasaran yang kian memuncak, akhirnya perlahan kepala ku angkat dari meja, kubuka mata dan kulihat dengan penuh fokus siapa yang melakukan tindakan terpuji itu, alangkah senangnya hati ini ketika aku mengetahui bahwa orang itu ternyata Bedjo, sahabat baruku yang dari tadi ku nantikan, aku begitu luar biasa kagum padanya, dia begitu lantang membelaku walau baru saja kenal, dengan kejdian itu sekarang aku paham bahwa kita tidak boleh membeda-mbedakan teman dan harus berani bertindak untuk melawan kedzoliman didepan kita, walaupun itu didalam lingkungan yang baru. Semenjak itulah aku dan dirinya semakin dekat, kita menjadi sahabat sejati yang saling melengkapi, aku belajar banyak darinya tentang bagaimana cara bergaul, Aku benar-benar membuka lembaran kehidupan baru dengannya, sekarang aku tidak sendirian lagi, bahkan teman-teman yang dulunya menjauhiku, sekarang mulai mau berteman denganku, mereka sudah bisa menerimaku apa adanya, ejekan-ejekan yang dulunya tiap hari aku dapatkan kini telah berubah menjadi canda dan tawa, hari-hari yang kelam itu kini telah berubah menjadi hari yang begitu membahagiakan, bagaikan musim semi yang lahir setelah badai salju bertahun-tahun. Yaaap.. hari yang begitu indah ini tidak akan pernah terwujud tanpa adanya kedatanganmu kawan, kamu yang mengajarkanku untuk mudah bergaul, untuk rela berkorban demi sahabat, untuk berlatih menghargai teman, kamu rela di kucilkan hanya untuk berteman denganku dan membuatku tersenyum, kamu juga yang membuatku menjadi orang tegar seperti sekarang ini, aku masih ingat betul tentang petuahmu yang sampai sekarang aku ingat “Sakit dalam perjalanan itu hanya akan kita rasakan sementara tapi sakit yang diakibatkan karena putus asa disaat kita menyerah pastinya akan kita rasakan selamanya” itu yang dia katakan ketika kami dulu berdua pergi memancing bersama di sungai, pada saat itu aku sudah merasa putus asa tidak karena mendapatkan ikan, kemudian dia mengeluarkan kata-kata luar biasa itu. Kalimat sakti masih aku ingat sampai sekarang,kata-kata itulah yang membutku untuk tidak gampang putus asa dan tetap tegar.
Hingga pada akhirnya kejadian itu muncul, peristiwa yang menjadi duka bagi seluruh warga Yogyakarta, yaaa.. GEMPA JOGJA, waktu itu aku sudah duduk di bangku kelas 2 SMP, Tepat tanggal 27 Mei 2006 sehari setelah aku pergi memancing bersama dia, kota kami tercinta digoyang oleh gempa yang begitu dahsyat, kala itu aku hendak bersiap untuk berangkat sekolah, tiba-tiba bumi pertiwi ini bergoyang dengan begitu aduhai, semua masyarakat panik waktu itu, aku yang hendak ke kamar untuk mempersiapkan segala sesuatu itu pun langsung mengambil langkah seribu untuk bergegas pergi keluar mencari tempat aman, hampir sekitar 3 menitan gempa itu terus menghajar kami, waktu itu suasana begitu kacau, ada yang menangis,berdoa dll yang kita pikirkan hanya menyelamatkan diri sendiri, bahkan karena saking paniknya, aku tidak ingat kalau memiliki orang tua. Baru setelah gempa usai aku memastikan kondisi kelurgaku, Alhamdulillah semua selamat dan rumahpun hanya retak-retak, setelah itu aku segera bergegas melanjutkan aktivitasku untuk bersekolah, seperti biasa aku selalu menghampiri Bedjo untuk berangkat bersama kesekolah (kebetulan aku satu sekolah dengan Bedjo) tetapi apa yang aku dapatkan, aku melihat rumahnya sudah rata dengan tanah, para warga sudah berkerumun disekitar rumah itu untuk bergotong royong membersihkan reruntuhan bangunan, aku tampak kaget seolah tak percaya terhadap apa yang menimpa sahabatku ini, aku berharap dia sekelurga bisa menyelamatkan diri, tapi ternyata takdir berkata lain, mereka ditemukan meninggal tertimpa bangunan rumah. Aku kala itu seperti orang yang bloon, aku hanya bisa diam seribu bahasa sambil memegangi sepedaku, aku tidak pernah membayangkan hal ini terjadi, dalam hati aku berkata “aku harus kuat dan tabah”, seperti janjiku dulu padanya. Kemudian aku pulang dan mengabarkan kejadian ini ke orang tuaku, alhamdulillah orang tuaku bisa membuatku tegar menghadapi semua ini.Semenjak itulah aku harus mulai hidup mandiri, aku harus mengamalkan apa yang dia ajarkan padaku selama ini, semenjak saat itu pula aku kehilngan sesuatu yang berharga didalam hidupku, aku kehilangan orang yang mampu merubah hidupku,
Kawan... kamu memang sahabat sejatiku, sulit rasanya bagiku untuk melupakanmu, aku disini akan selalu mengingatmu sepanjang hayatku, semoga aku selalu tegar menjalani hidup ini, seperti apa yang selalu kamu katakan padaku, cerita ini aku persembahkan untukmu, untuk mengenang masa-masa kita dulu, kisah manis yang akan selalu aku kenang, aku berjanji akan menjadi manusia yang berguna sesuai apa yang kita impikan saat itu.